Kamis, 15 Oktober 2009

Putus Asa

Hari ini saya bertemu dengan seorang sahabat yg sedang dirundung masalah. Wajahnya sedih, tatapannya kosong. Saat ngobrol, beberapa kali saya memergokinya sedang melamun. Bisnis yang digelutinya saat ini sedang diuji. Beberapa piutang besar pembayarannya terlambat sehingga mempengaruhi kondisi cashflownya dan menyebabkan tertundanya pembayaran tagihan-tagihan hutang dan terlambatnya pengerjaan beberapa pesanan.
Bulan kemarin dia baru saja me-rumahkan beberapa karyawannya dikarenakan efisiensi yang dia putuskan. Sayangnya, usahanya mengejar beberapa proyek hingga keluar kota sampai saat ini belum juga menunjukkan sinyal yg bagus sedangkan hutangnya yang menggunung terus-terusan berkembang dan menggerogoti usahanya secara perlahan. Mendengarkan ceritanya, kesimpulan saya dia sudah berusaha semaksimal mungkin. Saya yakin ini ujian dari Allah, oleh karena itu saran yang saya kemukakan lebih banyak mengarah ke agama.

Bagaimana mungkin saya bersyukur dengan kondisi seperti ini? Kapankah pertolongan Allah akan datang padaku? Mengapa ini terjadi? Apakah saya harus membangkrutkan diri?

Petikan pertanyaannya diatas, bisa disimpulkan bahwa ia sudah mulai putus asa. Saya coba meyakinkan bahwa Allah itu Maha Kuasa, Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Dia kan sang Pencipta langit dan bumi masak memecahkan masalah seperti yang dia alami, Dia tidak sanggup? Dengan kebijaksananNya, saya yakin pasti Allah malah menyayanginya. Setidaknya Allah ingin hambaNya kembali padaNya. Dia mengakui bahwa imannya akhir-akhir ini memang menurun drastis. Nah, Allah Maha Tahu bahwa hanya dengan diberikan masalah ini dia bisa kembali kepada Allah. Itulah jawabnya mengapa masalah ini terjadi. Tanda sayang Allah lainnya padaNya bahwa tidak semua orang diberikan masalah seperti ini. Dan, kita semua sama-sama tahu bahwa jalan sukses memang tidak mudah. Pengalaman adalah guru yang paling hebat. Allah sengaja memberikan masalah ini untuk membentuk dan menyiapkannya menjadi seseorang yang hanya Allah yang tahu suatu saat nanti.

Tidak semua orang memang bisa bersikap syukur dengan kondisi seperti ini. Realitanya, banyak pula pengusaha-pengusaha yang bunuh diri, dsb. Tapi melihat kebawah, masih banyak orang-orang dengan kondisi yang lebih menggenaskan masih bisa bersyukur dengan mengambil hal-hal positif yang dia rasakan. Memang, setan menjadikan mata hati kita buta dan ujian yang ia rasakan sekarang bisa bermata dua, menjadikannya putus asa atau menjadikannya sebagai orang yang kembali pada Allah.

Terakhir saya katakan, pertolongan Allah akan datang setelah ia merubah sikap dan pola pikirnya. Semua pertanyaannya diatas, cerminan dari buruksangkanya pada Allah dan semua itu adalah pertanyaan setan. Saya yakin bahwa pertolongan Allah sangat dekat sekali padanya apabila ia kembali yakin pada Allah bahwa semua yang ia alami adalah untuk meningkatkan derajatnya dan mengembalikan ia padaNya. Tatkala ia kuat menghadapi masalah-masalah yang ada bukan dengan bersedih dan menyerah, tatkala semua masalah malah menjadikannya semakin dekat padaNya, saat itulah pertolongan akan datang.
Dan suatu saat nanti ujian lainnya pun akan datang dengan derajat kesulitan yang lebih tinggi dari yang ia rasakan saat ini. Semata-mata Allah hendak menguji hambaNya, meningkatkan derajatnya, mengajarinya suatu hikmah untuk menyiapkannya menjadi seseorang yang lebih baik dari sebelumnya. InsyaALLAH...

Minggu, 20 September 2009

Lebaran

Lebaran kali ini terasa lebih hangat apalagi merasakannya di rumah sendiri bersama anak-anak. Meluangkan waktu bersama terasa mengurangi stress hingga ke level yang lebih rendah dari biasanya. Tapi di satu sisi saya merasa Ramadhan ini gagal untuk saya dan mungkin untuk sebagian orang juga. Meski menjalani ibadah standar tetapi jika evaluasinya di-grafik-kan menurun hingga level yang lebih rendah juga dari biasanya. Awalnya memang rajin tapi setelah beberapa hari kemudian mulai keliatan aslinya, kata orang tua kita. Fenomena ini secara umum terlihat pada orang-orang pun mulai numpuk di Mall, Pasar, dan pusat perbelanjaan lainnya pada saat menjelang Lebaran.
Bisa saya simpulkan bahwa kemenangan Ramadhan yang sesungguhnya, adalah pada saat kita tetap konsisten beribadah dari awal hingga akhir Ramadhan. Ukurannya? Sederhana, Khatam Qur'an dan mentadabburinya bila sempat, Shalat 5 waktu tentunya, Ibadah tambahan yang dikerjakan konsisten (tarawih, tahajjud, dhuha, dsb) serta MENJAGA diri (bukan hanya istiqamah menjaga perut tapi juga menjaga pandangan, hati dan lisan). Itu hanya sedikit ukuran dari saya, jika didiskusikan dengan orang yang soleh, pasti bertambah lagi ukuran2nya. :)

Perasaan gagal saya dalam Ramadhan, saat Lebaran datang, ternyata saya merasa lebih gagal lagi... Betul2 saya terlena oleh nikmatnya makanan, shalat pun seringkali tertunda. Ah, saya pikir, gawat juga kondisi ini. Ironis rasanya,.. Ramadhan tidak banyak merubah pribadi saya.

Saudara2ku, mudah2an perasaan gagal ini hanya saya yang merasakan. Jika benar tidak banyak yang seperti itu, saya rasa Indonesia pasti sudah maju karena masyarakatnya luar biasa, sederhana saja kanena banyak yang sukses menjalankan ibadah puasa.
Dan jika banyak yang seperti saya, pantas saja Indonesia dilanda banyak masalah.

Selamat merayakan lebaran...

Selasa, 28 Juli 2009

Hutang

Banyak sekali cerita yang sering kita dengar mengenai nasib orang yang berhutang, sangat identik dengan hidup yang merana dan menderita. Kasihan memang mereka,... Nabi menganjurkan untuk menyambangi orang2 yang bangkut, dipecat, dsb... kita harus selalu menyemangati mereka agar mereka tidak putus asa. Dan dooor, atau gedubrak jatuh dari loteng, bunuh diri karena stress.
Ya, stress ternyata bisa juga jadi alat pembunuh yang keji. Pembunuhnya membunuh dirinya sendiri.

Mana yang lebih mulia? Orang yang berhutang atau koruptor? Menurut saya, lebih mulia orang yang berhutang karena dia memilih berhutang dan melunasi hutang tsb untuk harga dirinya daripada koruptor yang mencuri demi harga dirinya.

Memang Islam menganjurkan agar kita tidak berhutang tapi bagaimana yang telah terlanjur berhutang dan telah berusaha maksimal tapi belum juga kunjung dapat cara melunasi hutangnya?

Contoh, saya punya seorang sahabat. Saya sangat sering berdiskusi dengannya. Dia, menurut dia sendiri, pengusaha yang belum sukses. Alasannya, dia masih berhutang dan dia menderita karena hutangnya. Dikejar target, diburu orang saat jatuh tempo, ditagih2 saat telat membayar, dsb. Intinya dia tidak merasa tenang karena hutang. Hebatnya, dia selalu bisa tidur saat malam, selama 5 tahun lebih. Menurut saya hebat juga dia, bisa memanage stressnya. Biasanya dan setahu saya, orang2 yg punya hutang dan dikejar2 pasti susah tidur. Bahkan gak sedikit yang bunuh diri dan saling bunuh.
Sampai saat ini dia masih berusaha dalam bisnisnya. Tiap kali berdiskusi selalu semangatnya sama, ingin melunasi hutang2nya meski dirasanya berat dan sangat besar untuk dilunasi dalam waktu singkat. Setahu saya, kronologi usahanya, dia belum pernah usaha sama sekali, setelah lulus kuliah dia langsung masuk secara tidak sengaja dalam dunia usaha. Dia tidak belajar dulu seperti orang2 yg sering saya lihat belajar dari orang kemudian membuka usaha. Dia learning by doing, dan kami sepakat bahwa memang takdirnya begitu.
Sekarang dia masih berusaha, membaca peluang, menggonta-ganti produk/jasa usaha, menambah dan mengurangi divisi di perusahaannya, memperbaiki internal tim work-nya, mencari akses modal cepat, mencari pasar cash, dsb, dsb.... Ah klo melihat perjuangannya, suatu saat nanti klo punya teman bos di bank, pasti akan saya rekomendasikan sahabat saya ini supaya segera dibantu usahanya.
Beberapa hari yang lalu saya ketemu, saat ini dia sedang mengerjakan satu proyek dengan nilai setara dengan omset 1-2 bulan yang biasa dia dapatkan. Dan, masih tetap berhutang. Dia sedikit gagal menyelesaikan pekerjaan tsb tepat waktu sehingga mengacaukan keuangan perusahaannya. Waktu pembayaran dari kliennya juga tidak sesuai dengan perjanjian di depan.
Tapi herannya saya, total gaji karyawannya itu puluhan juta setiap bulannya, sedangkan dia tidak punya backup bank sama sekali. Koq dia bisa bayar disiplin karyawannya ya? Saya pernah menanyakan hal ini ke dia, katanya sambil tersenyum,"Ya itulah intinya bisnis, memutar uang. Yang diputar bukan cuma untung tapi bisa juga hutang." Jadi meski hidupnya tidak sesukses rekan2 pengusaha lainnya, menurut saya dia cukup sukses. Karena dia, yang saya tahu, bekerja demi karyawan yang dia pimpin. Meski kadang dia lelah tapi dia masih tetap fight karena karyawannya merasa dia berjuang untuk mereka. Yang saya tau, boleh jadi dia gak punya modal tapi dia punya tim yang tangguh. Dan menurut saya itu layak dipertahankan.

Hebat mana klo dia dibandingkan dengan anak orang kaya yang dimodalin bapaknya? Lebih fight mana? Saya yakin perbedaannya sama seperti kita membedakan mana ayam kampung dan mana ayam ternakan. Mirip tapi berbeda.

So, begitulah hutang. Sekarang, bagaimana menurut anda?

Definisi sukses

Hari ini lepas lagi rencana saya. Sudah terplanning dengan baik rencana usaha ini, eh melenceng lagi seperti biasanya.... gedubrak. Capek rasanya. Selalu berurusan dengan hal yang sama. Kegagalan. Meski bukan berarti gagal tapi melelahkan rasanya. Stress membuat kepala dan hati jadi berubah. Ini juga jadi masalah akhirnya. Ujian hidup, terutama dalam berusaha cari rezeki, memang menurut saya gak jauh beda dengan peperangan. Jihad Fiisabilillah. Cuma masalahnya saya ini pelupa, seringkali atau jaraaaaaang banget mengingat hal-hal yang membangkitkan semangat seperti ini. Persamaan lainnya dengan peperangan, ada ketegangan di dalam berusaha. Mulai dari tegangnya mencari modal untuk usaha, berurusan dengan para penipu dan koruptor, dikejar-kejar dan kejar2an dengan hutang, piutang yg tak tertagih padahal lg butuh duit,....dsb, dsb.... menurut saya, mirip2 dengan peperangan hanya versinya aj beda. Klo peperangan bisa mati, tapi klo usaha paling2 masuk penjara :D
Makanya kata Nabi, orang yang istirahat beberapa saat disore hari (sblm magrib) setelah bekerja akan mendapat berkah.
Kira2 beberapa minggu yang lalu saya berdiskusi dengan kakak saya, mengenai definisi sukses setiap hari. Menurutnya, klo kita muslim, ya bagaimana kita agar bisa menjaga shalat kita tetap terjaga. Minimal shalat 5 waktu dijalankan dengan segala kondisi dan konsisten. Saya sangat setuju dengan hal itu, sangat bijaksana. Selamat di dunia juga selamat di akhirat karena tujuan hidup kita bukan hanya di dunia saja bukan? Koq bisa selamat di dunia? Ya, karena orang yang paling sukses hidup di dunia adalah orang yang paling tenang hidupnya, yang paling positif pikirannya. Bukan hanya pikirannya, tapi hidupnya juga positif. Katakanlah, negatif itu seperti kata orang, kehidupan glamour, diskotik, narkoba, dsb. Nah, hidup yang positif itu sepertinya hidup yang sehat, punya disiplin istirahat untuk badannya, punya waktu tiap hari untuk menenangkan diri, dsb, dsb... ya... yang baik2 itu lah.
Saya yakin, banyak dari kita yang mendapat nasehat mengenai hidup yang positif, akan merasakan keNAIFan. Hidup yang positif yang saya ceritakan diatas sepertinya koq sulit banget dan sepertinya tidak mungkin untuk dicapai.

Itulah, makanya bukan ujian hidup namanya klo gak sulit ya kan??? KeNAIFan yang anda rasakan, menurut saya adalah ujian hidup. Ujian hidup ataupun ujian matematika, sama2 punya minimal 2 jawaban bukan? Nah, saat anda mendapat informasi mengenai hidup yang positif, saat itu pula sebenarnya anda disuruh menjawab dan bisa jadi jawaban anda :
1. Ingin insyaf tapi koq rasanya tidak mungkin
2. Ingin insyaf tapi koq suliiiiiit banget
3. Ingin insyaf tapi ....
s/d 100 jawaban
atau jawaban :
1. Oke, saya mau memulainya segera. Mulai detik ini.
2. InsyaALLAH besok akan saya coba (dan esoknya anda pasti lupa)
dsb
Kedua versi jawaban tersebut punya dua jenis kan? Positif, bila ingin berubah meski bertahap, perlahaaaaan sekali, dsb. Negatif apabila mau tapi nggak mau melakukannya dan cenderung putus asa. Anda setuju kan klo saya bilang pasti yang NEGATIF itu yang salah. Saya juga setuju.

Tapi kenapa koq banyak orang yang seperti itu ya????????
Bahkan yang menyetujuinya pun saya yakin juga ada yang seperti itu?

Stay cool,... untungnya hidup itu fleksibel. Alhamdulillahnya Allah ini Maha Baik, akan dia pilih hambaNya dan dia akan membantu hambaNya untuk memperbaiki dirinya sendiri. Nah, semoga kita semua tergolong hamba2Nya yang akan dipilihNya.
Memang, gak ada dari kita yang tau, gimana rasanya di surga n neraka. Yang pasti gak enak lah di neraka dan kita pasti sebenarnya gak mau. Nah lagi2 terjadi tuh MAU TAPI GAK MAU (melakukan usaha) hehehe.
Bisnis, menurut saya, banyak sekali menggunakan pikiran2 positif dan kita harus belajar agar bisa sukses secara finansial, belajarnya tentunya bukan di bangku lho? belajarnya ya harus mulai usaha! Bukannya lebih baik tangan diatas daripada dibawah? Bukannya menjadi pemimpin adalah sebuah amanah yang mulia (meski bisa sebaliknya) ? Bukannya kita dianjurkan untuk menolong sesama?


Sekali lagi, hidup yang sukses itu, selamat di dunia dan selamat di akhirat. Semoga hati kita selalu tergerak dan mengingat hal ini. Amin

Sabtu, 06 Juni 2009

Keberuntungan (2)

Makin hari makin stress pikiran saya, hanya saya sembunyikan dari orang-orang. Pada suatu hari dalam bulan Mei ini, saya bertanya dalam hati, sampai kapan badai ini berakhir? Apakah harus saya yang mengakhiri? Kenapa tidak ada jeda sedikitpun untuk bernafas? Mengapa tidak ada pertolongan barang sedikit pun dari Allah padahal sejak lama saya sudah melakukan ibadah shalat 5 waktu? Kemudian saya menemui istri dan mengatakan ”De’, seperti yang kamu tahu usahaku gak kunjung membuahkan hasil. Bukannya aku putus asa tapi aku ada niatan untuk berganti usaha yang tidak terlalu membutuhkan banyak karyawan. Aku letih ngurusin karyawan, mereka gak mau tau sama kita padahal sudah mati-matian ngurus mereka. Soal hutang, aku mau memulai skenario bangkrut yang pernah kuceritakan yah meskipun pahit mungkin ini yang terbaik buatku. Biarlah dulu kita tahan malu di depan orang-orang. Aku yakin ini ujian dari Allah buat kita. Lagian biasanya kan pengusaha-pengusaha sukses itu kan pernah mengalami periode bangkrut, nah mungkin ini saatku kali...” Begitu kataku menguatkannya. Jawabannya sederhana, ”Silahkan aj pah, Ad ikut suami aj insyaALLAH ini yang terbaik dari Allah”. Ini kuanggap sebagai izin darinya setidaknya aku masih punya pendukung. Sebelum memulai skenario bangkrut, saya mendapat hidayah dari Allah yaitu menambahkan satu skenario tambahan sebelumnya yaitu memperbaiki ibadah saya sendiri. Setelah browsing-browsing di internet mencari tipsnya, saya mencoba beberapa tips seperti merutinkan Shalat Tahajjud dan Dhuha, bukan hanya membaca tapi juga mencoba mentadabburi Al Qur;an, memperbesar nilai sedekah dan mempercepat pengeluaran zakat. Saya mulai lah skenario pertama, setidaknya jika memang bangkrut insyaALLAH memang ini yang diinginkan oleh Allah dan pasti ini suatu kebaikan bagi saya.
Sambil mengerjakan rutinitas ibadah tersebut makin hari makin berat juga ujiannya, tidak sesuai dengan prediksi saya. Tapi sepertinya ini yang membuat nikmat ibadah Tahajjud saya, siang saya menderita dan stress habis-habisan malamnya saya mengadu pada Allah dengan manja. Perbedaan mulai saya rasakan akibat ibadah-ibadah tambahan tersebut, Shalat 5 waktu jadi lebih bermakna, terjaga waktu dan tempatnya, lebih tenang, stress mulai bisa saya atasi dengan sangat baik seiring dengan sikap pasrah terhadap takdir Allah, meski ujian semakin bertambah. Skenario kedua, cara kapitalis, salah satu cara menyehatkan perusahaan adalah mengganti hutang-hutang berbunga tinggi dengan hutang-hutang yang lebih murah agar beban perusahaan per bulannya lebih ringan. Maka saya mencoba untuk memulai proses take over kredit rumah mertua ke bank lain. Dan Alhamdulillah lagi-lagi tidak sesuai prediksi saya, nilai yang disetujui jauh dari yang saya inginkan dan tidak mungkin cukup untuk menyehatkan perusahaan. Saya cukup shock karena langkah ini sudah menyita waktu saya cukup banyak. Sepertinya saya harus mulai kembali mencari bank lain yang bersedia memberikan pinjaman lebih banyak.

Sorenya saya bercanda dengan istri “Seandainya tidak shalat dan mengadu pada Allah, PASTI saya sudah bunuh diri sejak lama atau kabur dari kota ini dan hari ini sepertinya saat yang tepat!” Ya, memang Alhamdulillah terapi shalat ini betul-betul sangat membantu pengendalian stress. Kemudian saya ceritakan kepada istri perihal rendahnya kredit yang bisa dikucurkan Bank terhadap agunan bapaknya. Jujur saya gamang diantara kecewa dengan Allah atas ujian yang gak pernah berhenti ini, apa maksud Allah bahwa ada 2 kemudahan dibalik 1 kesulitan? Meski gamang saya juga masih percaya ini ujian tambahan dari Allah dan bukan main-main Allah Maha Pencipta masak membantu menyelesaikan masalah kecil seperti saya ini Dia gak bisa? Pasti bisa kan?
Beberapa hari yang lalu, saat Tahajjud saya menangis dan berkata dalam hati saat shalat jika memang usaha saya ini memang harus bangkrut tolong bangkrutkan lah Allah, beri saya kemudahan untuk membangkrutkannya. Saat paginya di shalat Dhuha saya pun mendoakan hal yang sama. Meski saya tau ini bukan doa yang baik tapi inilah isi hati saya.

Allah Maha Tahu saat yang tepat untuk membantu hambaNya, meski lesu saya berangkat kerja dan seperti biasanya diatas sepeda motor saya sudah mengira-ngira ujian apa lagi hari ini ya? Saat sampai di ruang depan, ada seseorang yang sudah menunggu, pegawai bank rupanya. Saya selidiki rupanya dari bank lain yang tidak pernah saya lirik sebelumnya. Dia disuruh oleh bosnya untuk mencari tempat usaha ini, katanya bosnya kemarin mendengar iklan saya di radio. Uniknya kemarin dia tidak berhasil menemui kantor saya dan bosnya tetap memaksakan untuk mencarinya, Alhamdulillah dapat juga akhirnya pagi ini. Subhanallah, jangan-jangan ini jalan dari Allah, tapi saya sudah siap-siap kecele karena sudah terbiasa. Beberapa menit kemudian saya dibawa menghadap sang bos, dengan penjelasan cepat akhirnya saya disuruh untuk membuat penawaran untuk 21 gedung yang akan dirubah. Bank tersebut ingin merubah seluruh tampilan setiap gedungnya di kota ini tahap pertama eksterior hingga reklamenya dan tahap kedua interiornya. Sang bos tersebut rupanya kecewa dengan hasil pekerjaan kontraktor pertama yang tidak sesuai dengan perjanjian. Saya masih siap-siap kecele karena belum tentu ini bisa saya dapatkan karena saya pikir pasti banyak pesaingnya.

Akhirnya keajaiban Allah pun terjadi, setelah melalui serangkaian proses survei dan perhitungan saya mengajukan penawaran tahap I hanya dalam beberapa hari dan tanpa banyak negosiasi ditunjuklah saya menjadi vendor tetap untuk proyek yang sekiranya bisa memakan waktu 2-3 bulan. Nilai keseluruhan kontraknya melebihi dari yang ingin saya pinjam ke bank tempo hari dan keuntungannya sudah cukup untuk membayar seluruh hutang-hutang saya dan bahkan bisa saya pergunakan sebagai modal kerja. Ternyata Allah menginginkan yang lebih baik dari yang saya inginkan, hutang-hutang saya tidak ditukar dengan hutang baru, saya diberikan pekerjaan yang keuntungannya cukup untuk membayar hutang saya.

Pengalaman mengerjakan proyek ini juga pasti akan meningkatkan kepercayaan atas brand perusahaan saya dan bisa direkomendasikan ke bank/perusahaan lainnya. Bahkan nantinya saya berpeluang besar dan sudah dijanjikan untuk mendapatkan pinjaman dari Bank ini karena menjadi vendor dan usaha saya sudah cukup meyakinkan untuk diberikan pinjaman. SUBHANALLAH, ALHAMDULILLAH, ALLAHU AKBAR. Allah membuktikan kepada saya bahwa dibalik 1 kesulitan pasti ada 2 kemudahan bahkan lebih. Banyak sekali hikmah yang bisa saya ambil dari kejadian ini, sahabat-sahabat saya banyak yang menilai ini KEBERUNTUNGAN, memang betul.

Selasa, 02 Juni 2009

Keberuntungan (1)

Masih ingat tentang cerita saya yang ”hampir bangkrut”? Izinkan saya bercerita sedikit panjang tentang ini. Saya sudah berusaha mulai dari 7 tahun yang lalu setelah selesai kuliah, saat itu masih bujang jadi saya masih lincah dalam bergerak dan pastinya saya belum punya pengalaman kerja apapun. Usaha yang saya geluti di bidang sablon-menyablon yang terinspirasi oleh kesuksesan kakak saya di bidang konveksi/garmen. Saya masuk ke bisnis ini tanpa memiliki ilmu sablon. Seperti sahabat saya sang saudagar sayur, memang ada saja teman-teman alumni kampus dan keluarga yang mengejek ”sarjana koq nyablon?” Dan ini terjadi bukan hanya sekali tapi seringkali hingga kuping saya akhirnya kebal. Saya juga sering bergumam, mau diapain lagi? Alhamdulillah, masih banyak juga sahabat yang selalu memotivasi saya meskipun seringkali terdengar klise atau terlalu teoritis di telinga.


Selang 2 tahun berjalan saya mulai menguasai ilmu sablon dan program grafis. Mulai pelanggan kecil hingga akhirnya bisa juga melayani pelanggan besar dengan nilai penjualan puluhan juta. Gara-gara pelanggan besar ini, akhirnya saya juga mulai mendalami dan menguasai ilmu baru yaitu ilmu hutang karena saat itu (hingga sekarang) kota dimana saya berusaha salah satu sistem perekonomiannya terkait dengan Invoice atau istilahnya selesai barang baru 1 bulan kemudian dibayar. Hal ini sangat menyiksa pengusaha kecil seperti saya dan membuat cashflow perusahaan tidak sehat, sangat berbeda dengan sahabat juragan sayur, cash & carry bussiness, klo saya credit & carry bussiness atau istilah teman seprofesi saya, ToTal, Tolong Talangin dong…Jenis bisnispun saya ubah-ubah demi mencari ”setelan” yang pas mulai dari sablon spanduk, kertas, tas, tali id card, mug, pin, reklame, plakat dan banyak lagi yang kalau saya simpulkan bidang saya adalah General Supplier khusus bidang Promosi. Pernah mertua saya bertanya, kenapa sih koq gak keluar dari bisnis ini? Dalam hati saya jawab bukannya saya tidak mau keluar dari bisnis ini tapi hutang-hutang ini lho mau diapain?


Akhirnya hingga tahun keempat saya semakin berprestasi dengan terjerat hutang hingga ratusan juta rupiah yang amat menakutkan dan sangat membebani. Istri saya sering membuat saya tersenyum miris dengan mengatakan ”Tolong klo mati nanti, sebisa mungkin hutangnya dilunasi dulu ya? Kasian anak-anak kita bukannya dapat warisan harta tapi dapat warisan hutang”. Rumah seorang sahabat dan mertua pun keduanya tergadai di bank hingga saat ini karena saya tidak mempunyai harta apapun untuk saya gadaikan ke Bank. Tadinya semua pinjaman itu niatnya ingin menyehatkan perusahaan, eh malah semakin menyulitkan kondisi perusahaan karena nilai pekerjaan juga semakin besar maka nilai modal yang diperlukanpun semakin besar dan perputarannya tidak lancar. Saya bukanlah pengusaha yang dipercaya Bank dan mudah mendapatkan kredit. Malah sebaliknya, saya kecewa dengan pemerintah yang katanya mendukung pengusaha kecil nyatanya begitu mau pinjam kredit sulitnya bukan main. Setelah saya pikirkan, mungkin salah saya juga yang tidak punya agunan yang besar untuk mendapatkan kredit yang besar.


Dari tahun keempat hingga beberapa minggu yang lalu, kondisi perusahaan saya masih saja jumpalitan, gali lobang tutup lobang, terjerat dengan rentenir, cashflow masih saja tidak sehat. Permasalahan baru mulai muncul, karyawan saya sekitar 20-30 orang, banyak yang mulai tidak puas dengan pendapatan yang mereka terima karena mereka juga harus memperhatikan kesejahteraan keluarganya. Dan ini memang bukan salah mereka, salahnya kenapa dia bekerja di perusahaan saya? Ironisnya, hanya disinilah mereka bisa bekerja karena begitu sulitnya lapangan pekerjaan saat ini. Jadi selain hutang, yang membuat saya bertahan di bisnis ini adalah nasib karyawan dan keluarganya dan keluarga saya serta nama baik saya sendiri.


Saya iri dengan anak-anak orang kaya yang dengan mudahnya menutup suatu usaha dan membebani orangtua/keluarganya dengan hutang-hutang yang ada kemudian kembali memulai usaha yang baru. Bagi saya ini tidak mungkin, saya sudah memikirkan skenario bangkrut dengan baik, pertama menjual aset yang hanya berupa peralatan kerja, kedua menghadap keluarga untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah hutang, ketiga siap-siap mendengar berita bahwa orangtua saya mendapat serangan jantung karena kaget dengan anaknya yang mempunyai hutang ratusan juta.


Awal 2009 kondisi perusahaan saya masih sulit, selain bidang reklame dan souvenir promosi, saya makin nekad dengan mulai menekuni bidang desain interior-eksterior karena kebetulan ada seorang sahabat yang berpengalaman di bidang ini. Setelah saya selidiki, meskipun rumit pekerjaan ini setidaknya selalu bisa mendapatkan uang panjar.

1 bulan yang lalu saya nekad menerima pekerjaan pengecatan gedung (baru kali ini saya kerjakan dan pastinya bukan bidang promosi) dengan nilai ratusan juta rupiah, tergiur oleh janji adanya termin uang panjar 50 – 30 - 20 % awalnya saya berpikir ini pasti jalan keluar saya dari krisis ini. Jangankan jadi jalan keluar 1 bulan kemudian ini malah menjadi salah satu jalan masalah baru bagi saya karena pembayarannya macet karena uang dari kontraktor utama juga tidak lancar ke yang memberikan pekerjaan ke saya. Berbeda dengan bisnis pengadaan barang, bisnis proyek mau tidak mau harus menyelesaikan proyek tersebut untuk mendapatkan seluruh pembayaran. Akhirnya lagi-lagi saya terjebak dengan hutang-hutang untuk memodali proyek ini. Dan semakin menggununglah hutang saya, beban gaji bulan lalu pun saya biayai dengan hutang, tabungan sudah lama amblas, perhiasan istri dan semua aset bergerak pun tergadai. Istri saya pun hanya bisa pasrah dan selalu berdoa supaya diberi jalan. (Bersambung)

Sabtu, 30 Mei 2009

Manusia-manusia yang Beruntung

Hari ini saya hampir bangkrut dalam berusaha, meski akhirnya segera bangkit kembali. Rupanya ”hampir bangkrut” inilah yang malah membuat saya makin mengerti tentang bagaimana cara kerja Allah memperbaiki nasib atau peruntungan seorang hambaNya. Selain itu, hari ini juga saya bertemu rekan yang bercerita nyata tentang kisah hidupnya betapa ia ”nyaris tidak mendapatkan jodoh” meskipun akhirnya ia malah mendapatkan jodoh yang terbaik. Darinya saya juga mendapat cerita mengenai kliennya yaitu beberapa pengusaha yang sangat sukses di Balikpapan, hebatnya, tidak hanya sukses dalam bisnisnya mereka juga sukses dalam hidupnya membina keluarga yang sakinah! Sebagai manusia normal saya langsung bertanya dalam hati, bagaimana mereka bisa sesukses itu? Bagaimana cara hidup mereka? Apakah seperti pengusaha sukses biasa? Selain itu teman saya juga bercerita tentang kisah hidup pengusaha yang belum sukses, betapa sulitnya mencari lahan bisnis yang menguntungkan, betapa sulitnya dipercaya oleh Bank, betapa sulitnya bertahan hidup dan betapa hancurnya keluarganya.

Saya bukanlah mereka yang telah sukses seperti beberapa pengusaha sukses yang diceritakan oleh teman saya tetapi saya pastinya tidak ingin menjadi pengusaha belum sukses yang keluarganya hancur. Pastinya saya masuk dalam kriteria orang yang saat ini belum sukses dalam berusaha. Tulisan dalam blog ini setidaknya berguna bagi saya sebagai bahan koreksi diri dan mudah-mudahan bisa dimanfaatkan pembaca lainnya sebagai hikmah yang bisa dipetik. Beberapa hari yang lalu, saya berdiskusi dengan beberapa rekan yang menonton suatu acara di televisi mengenai orang-orang yang sukses. Ada 4 kesimpulan dalam acara itu bahwa kesuksesan ditentukan oleh kemampuan, keturunan, konsistensi, dan keberuntungan.

Dalam diskusi, kami sepakat bahwa kemampuan seiring dengan kemauan. Ada benarnya pendapat para motivator, jika kita mau pasti kita mampu. Sekilas terdengar klise tetapi memang benar bahwa kemauanlah yang memicu kita untuk meningkatkan kemampuan kita. Kemauan ini bisa berasal dari berbagai macam latar belakang, bisa saja keadaan ekonominya, keinginan untuk belajar, ketakutan akan masa depan yang buruk hingga termotivasi melihat orang yang telah sukses. Kemauan bisa dikatakan sebagai motivasi yang sengaja atau tidak disengaja bisa merubah hidup kita. Setuju? Terlepas dari Anda setuju atau tidak, pastinya sudah terlalu banyak contoh untuk membuktikan ini.

Mengenai keturunan, kita sudah sama-sama tahu bahwa siapa yang punya orangtua kaya percuma klo tidak bisa mengikuti jejak suksesnya karena pastinya kan si ortu punya banyak uang untuk modal usahanya? Tetapi banyak juga yang orangtuanya miskin dan sampai sekarang anaknya pun juga masih miskin. Tanpa bermaksud menghina, klo ada orang sukses mencermati ini tentu orang itu akan berkata ”pasti ada yang salah tuh!”. Setelah merenung sejenak, saya bertanya dalam diskusi kecil dengan sahabat-sahabat saya, ”Lho itu belum tentu benar dong, banyak koq yang punya latar belakang miskin tapi pada akhirnya sekarang bisa jadi milyarder? Banyak juga yang bapaknya kaya tapi anaknya jadi kere dan jatuh sejatuh-jatuhnya?” Saya yakin pasti Anda semua setuju dan sering melihat fenomena ini. Akhirnya diskusi mengenai keturunan, kami akhiri dengan kesimpulan bahwa faktor keturunan memang bisa menjadi faktor kesuksesan tapi bisa juga menjadi penentu ketidaksuksesan. Kami sepakat menempatkan faktor ini diurutan paling belakang setelah kemampuan, konsistensi dan keberuntungan.

Faktor kedua konsistensi, sering diistilahkan sebagai teguh, ulet, tekun atau istiqamah. Konsistensi erat hubungan kebalikannya dengan sikap putus asa. Saya teringat dengan seorang sahabat, tidak lulus kuliah, sangat bandel dan bukan mahasiswa yang cerdas. Dia pulang ke kampung halamannya dengan gelar MBA, bukannya membawa ijazah tapi malah membawa istri dan bakal anaknya diperut sang istri atau istilahnya married by accident (MBA). Tanpa dukungan positif dari keluarga, atas inspirasi dari pamannya dia mengawali hidupnya dengan berjualan sayur-mayur yang notabene sama sekali bukan keahliannya. Dia bercerita saat awal hingga beberapa tahun usahanya berjalan betapa ia menjadi aib bagi nama besar keluarganya, banyak yang menghina serta menasehati dirinya bahwa tidak mungkin dia akan sukses dan bisa menghidupi anak istrinya dari berjualan sayur. Lucunya, di dalam hatinya sejujurnya dia memang ragu tidak akan mungkin sukses tapi mau diapain lagi wong saat ini bisanya cuma berjualan sayur? Keluarganya pun tidak ada yang mendukungnya dikarenakan masalah adat dan gengsi. Anehnya, tak terasa 8 tahun berlalu, hingga saat ini dia menjadi salahsatu juragan sayur mayur terbesar dikotanya. Dia sukses! Melalui telepon saya tertawa dan berteriak padanya, bagaimana bisa????

Cerita ini cukup membuktikan bahwa konsistensi memang pada akhirnya membuahkan hasil. Dia tidak punya ”kemampuan” tapi istiqamah (meskipun dia tidak yakin akan sukses) dalam usahanya, dengan kata lain, senang menyiksa dirinya sendiri dengan berlama-lama berusaha di bidang sayur mayur. Klo Anda (apalagi yang udah hi-tech gini) mana mungkin mau disuruh jualan sayur kan? Nah, sekarang bagaimana dengan orang yang punya kemampuan dan juga konsistensi? Silahkan jawab sendiri. Saya yakin Anda pasti bertanya dalam hati, jika memang begitu kenapa koq mbok-mbok bakul sayur disekitar gak kayak dia? Silahkan baca tulisan saya selanjutnya mengenai KEBERUNTUNGAN.