Sabtu, 06 Juni 2009

Keberuntungan (2)

Makin hari makin stress pikiran saya, hanya saya sembunyikan dari orang-orang. Pada suatu hari dalam bulan Mei ini, saya bertanya dalam hati, sampai kapan badai ini berakhir? Apakah harus saya yang mengakhiri? Kenapa tidak ada jeda sedikitpun untuk bernafas? Mengapa tidak ada pertolongan barang sedikit pun dari Allah padahal sejak lama saya sudah melakukan ibadah shalat 5 waktu? Kemudian saya menemui istri dan mengatakan ”De’, seperti yang kamu tahu usahaku gak kunjung membuahkan hasil. Bukannya aku putus asa tapi aku ada niatan untuk berganti usaha yang tidak terlalu membutuhkan banyak karyawan. Aku letih ngurusin karyawan, mereka gak mau tau sama kita padahal sudah mati-matian ngurus mereka. Soal hutang, aku mau memulai skenario bangkrut yang pernah kuceritakan yah meskipun pahit mungkin ini yang terbaik buatku. Biarlah dulu kita tahan malu di depan orang-orang. Aku yakin ini ujian dari Allah buat kita. Lagian biasanya kan pengusaha-pengusaha sukses itu kan pernah mengalami periode bangkrut, nah mungkin ini saatku kali...” Begitu kataku menguatkannya. Jawabannya sederhana, ”Silahkan aj pah, Ad ikut suami aj insyaALLAH ini yang terbaik dari Allah”. Ini kuanggap sebagai izin darinya setidaknya aku masih punya pendukung. Sebelum memulai skenario bangkrut, saya mendapat hidayah dari Allah yaitu menambahkan satu skenario tambahan sebelumnya yaitu memperbaiki ibadah saya sendiri. Setelah browsing-browsing di internet mencari tipsnya, saya mencoba beberapa tips seperti merutinkan Shalat Tahajjud dan Dhuha, bukan hanya membaca tapi juga mencoba mentadabburi Al Qur;an, memperbesar nilai sedekah dan mempercepat pengeluaran zakat. Saya mulai lah skenario pertama, setidaknya jika memang bangkrut insyaALLAH memang ini yang diinginkan oleh Allah dan pasti ini suatu kebaikan bagi saya.
Sambil mengerjakan rutinitas ibadah tersebut makin hari makin berat juga ujiannya, tidak sesuai dengan prediksi saya. Tapi sepertinya ini yang membuat nikmat ibadah Tahajjud saya, siang saya menderita dan stress habis-habisan malamnya saya mengadu pada Allah dengan manja. Perbedaan mulai saya rasakan akibat ibadah-ibadah tambahan tersebut, Shalat 5 waktu jadi lebih bermakna, terjaga waktu dan tempatnya, lebih tenang, stress mulai bisa saya atasi dengan sangat baik seiring dengan sikap pasrah terhadap takdir Allah, meski ujian semakin bertambah. Skenario kedua, cara kapitalis, salah satu cara menyehatkan perusahaan adalah mengganti hutang-hutang berbunga tinggi dengan hutang-hutang yang lebih murah agar beban perusahaan per bulannya lebih ringan. Maka saya mencoba untuk memulai proses take over kredit rumah mertua ke bank lain. Dan Alhamdulillah lagi-lagi tidak sesuai prediksi saya, nilai yang disetujui jauh dari yang saya inginkan dan tidak mungkin cukup untuk menyehatkan perusahaan. Saya cukup shock karena langkah ini sudah menyita waktu saya cukup banyak. Sepertinya saya harus mulai kembali mencari bank lain yang bersedia memberikan pinjaman lebih banyak.

Sorenya saya bercanda dengan istri “Seandainya tidak shalat dan mengadu pada Allah, PASTI saya sudah bunuh diri sejak lama atau kabur dari kota ini dan hari ini sepertinya saat yang tepat!” Ya, memang Alhamdulillah terapi shalat ini betul-betul sangat membantu pengendalian stress. Kemudian saya ceritakan kepada istri perihal rendahnya kredit yang bisa dikucurkan Bank terhadap agunan bapaknya. Jujur saya gamang diantara kecewa dengan Allah atas ujian yang gak pernah berhenti ini, apa maksud Allah bahwa ada 2 kemudahan dibalik 1 kesulitan? Meski gamang saya juga masih percaya ini ujian tambahan dari Allah dan bukan main-main Allah Maha Pencipta masak membantu menyelesaikan masalah kecil seperti saya ini Dia gak bisa? Pasti bisa kan?
Beberapa hari yang lalu, saat Tahajjud saya menangis dan berkata dalam hati saat shalat jika memang usaha saya ini memang harus bangkrut tolong bangkrutkan lah Allah, beri saya kemudahan untuk membangkrutkannya. Saat paginya di shalat Dhuha saya pun mendoakan hal yang sama. Meski saya tau ini bukan doa yang baik tapi inilah isi hati saya.

Allah Maha Tahu saat yang tepat untuk membantu hambaNya, meski lesu saya berangkat kerja dan seperti biasanya diatas sepeda motor saya sudah mengira-ngira ujian apa lagi hari ini ya? Saat sampai di ruang depan, ada seseorang yang sudah menunggu, pegawai bank rupanya. Saya selidiki rupanya dari bank lain yang tidak pernah saya lirik sebelumnya. Dia disuruh oleh bosnya untuk mencari tempat usaha ini, katanya bosnya kemarin mendengar iklan saya di radio. Uniknya kemarin dia tidak berhasil menemui kantor saya dan bosnya tetap memaksakan untuk mencarinya, Alhamdulillah dapat juga akhirnya pagi ini. Subhanallah, jangan-jangan ini jalan dari Allah, tapi saya sudah siap-siap kecele karena sudah terbiasa. Beberapa menit kemudian saya dibawa menghadap sang bos, dengan penjelasan cepat akhirnya saya disuruh untuk membuat penawaran untuk 21 gedung yang akan dirubah. Bank tersebut ingin merubah seluruh tampilan setiap gedungnya di kota ini tahap pertama eksterior hingga reklamenya dan tahap kedua interiornya. Sang bos tersebut rupanya kecewa dengan hasil pekerjaan kontraktor pertama yang tidak sesuai dengan perjanjian. Saya masih siap-siap kecele karena belum tentu ini bisa saya dapatkan karena saya pikir pasti banyak pesaingnya.

Akhirnya keajaiban Allah pun terjadi, setelah melalui serangkaian proses survei dan perhitungan saya mengajukan penawaran tahap I hanya dalam beberapa hari dan tanpa banyak negosiasi ditunjuklah saya menjadi vendor tetap untuk proyek yang sekiranya bisa memakan waktu 2-3 bulan. Nilai keseluruhan kontraknya melebihi dari yang ingin saya pinjam ke bank tempo hari dan keuntungannya sudah cukup untuk membayar seluruh hutang-hutang saya dan bahkan bisa saya pergunakan sebagai modal kerja. Ternyata Allah menginginkan yang lebih baik dari yang saya inginkan, hutang-hutang saya tidak ditukar dengan hutang baru, saya diberikan pekerjaan yang keuntungannya cukup untuk membayar hutang saya.

Pengalaman mengerjakan proyek ini juga pasti akan meningkatkan kepercayaan atas brand perusahaan saya dan bisa direkomendasikan ke bank/perusahaan lainnya. Bahkan nantinya saya berpeluang besar dan sudah dijanjikan untuk mendapatkan pinjaman dari Bank ini karena menjadi vendor dan usaha saya sudah cukup meyakinkan untuk diberikan pinjaman. SUBHANALLAH, ALHAMDULILLAH, ALLAHU AKBAR. Allah membuktikan kepada saya bahwa dibalik 1 kesulitan pasti ada 2 kemudahan bahkan lebih. Banyak sekali hikmah yang bisa saya ambil dari kejadian ini, sahabat-sahabat saya banyak yang menilai ini KEBERUNTUNGAN, memang betul.

Selasa, 02 Juni 2009

Keberuntungan (1)

Masih ingat tentang cerita saya yang ”hampir bangkrut”? Izinkan saya bercerita sedikit panjang tentang ini. Saya sudah berusaha mulai dari 7 tahun yang lalu setelah selesai kuliah, saat itu masih bujang jadi saya masih lincah dalam bergerak dan pastinya saya belum punya pengalaman kerja apapun. Usaha yang saya geluti di bidang sablon-menyablon yang terinspirasi oleh kesuksesan kakak saya di bidang konveksi/garmen. Saya masuk ke bisnis ini tanpa memiliki ilmu sablon. Seperti sahabat saya sang saudagar sayur, memang ada saja teman-teman alumni kampus dan keluarga yang mengejek ”sarjana koq nyablon?” Dan ini terjadi bukan hanya sekali tapi seringkali hingga kuping saya akhirnya kebal. Saya juga sering bergumam, mau diapain lagi? Alhamdulillah, masih banyak juga sahabat yang selalu memotivasi saya meskipun seringkali terdengar klise atau terlalu teoritis di telinga.


Selang 2 tahun berjalan saya mulai menguasai ilmu sablon dan program grafis. Mulai pelanggan kecil hingga akhirnya bisa juga melayani pelanggan besar dengan nilai penjualan puluhan juta. Gara-gara pelanggan besar ini, akhirnya saya juga mulai mendalami dan menguasai ilmu baru yaitu ilmu hutang karena saat itu (hingga sekarang) kota dimana saya berusaha salah satu sistem perekonomiannya terkait dengan Invoice atau istilahnya selesai barang baru 1 bulan kemudian dibayar. Hal ini sangat menyiksa pengusaha kecil seperti saya dan membuat cashflow perusahaan tidak sehat, sangat berbeda dengan sahabat juragan sayur, cash & carry bussiness, klo saya credit & carry bussiness atau istilah teman seprofesi saya, ToTal, Tolong Talangin dong…Jenis bisnispun saya ubah-ubah demi mencari ”setelan” yang pas mulai dari sablon spanduk, kertas, tas, tali id card, mug, pin, reklame, plakat dan banyak lagi yang kalau saya simpulkan bidang saya adalah General Supplier khusus bidang Promosi. Pernah mertua saya bertanya, kenapa sih koq gak keluar dari bisnis ini? Dalam hati saya jawab bukannya saya tidak mau keluar dari bisnis ini tapi hutang-hutang ini lho mau diapain?


Akhirnya hingga tahun keempat saya semakin berprestasi dengan terjerat hutang hingga ratusan juta rupiah yang amat menakutkan dan sangat membebani. Istri saya sering membuat saya tersenyum miris dengan mengatakan ”Tolong klo mati nanti, sebisa mungkin hutangnya dilunasi dulu ya? Kasian anak-anak kita bukannya dapat warisan harta tapi dapat warisan hutang”. Rumah seorang sahabat dan mertua pun keduanya tergadai di bank hingga saat ini karena saya tidak mempunyai harta apapun untuk saya gadaikan ke Bank. Tadinya semua pinjaman itu niatnya ingin menyehatkan perusahaan, eh malah semakin menyulitkan kondisi perusahaan karena nilai pekerjaan juga semakin besar maka nilai modal yang diperlukanpun semakin besar dan perputarannya tidak lancar. Saya bukanlah pengusaha yang dipercaya Bank dan mudah mendapatkan kredit. Malah sebaliknya, saya kecewa dengan pemerintah yang katanya mendukung pengusaha kecil nyatanya begitu mau pinjam kredit sulitnya bukan main. Setelah saya pikirkan, mungkin salah saya juga yang tidak punya agunan yang besar untuk mendapatkan kredit yang besar.


Dari tahun keempat hingga beberapa minggu yang lalu, kondisi perusahaan saya masih saja jumpalitan, gali lobang tutup lobang, terjerat dengan rentenir, cashflow masih saja tidak sehat. Permasalahan baru mulai muncul, karyawan saya sekitar 20-30 orang, banyak yang mulai tidak puas dengan pendapatan yang mereka terima karena mereka juga harus memperhatikan kesejahteraan keluarganya. Dan ini memang bukan salah mereka, salahnya kenapa dia bekerja di perusahaan saya? Ironisnya, hanya disinilah mereka bisa bekerja karena begitu sulitnya lapangan pekerjaan saat ini. Jadi selain hutang, yang membuat saya bertahan di bisnis ini adalah nasib karyawan dan keluarganya dan keluarga saya serta nama baik saya sendiri.


Saya iri dengan anak-anak orang kaya yang dengan mudahnya menutup suatu usaha dan membebani orangtua/keluarganya dengan hutang-hutang yang ada kemudian kembali memulai usaha yang baru. Bagi saya ini tidak mungkin, saya sudah memikirkan skenario bangkrut dengan baik, pertama menjual aset yang hanya berupa peralatan kerja, kedua menghadap keluarga untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah hutang, ketiga siap-siap mendengar berita bahwa orangtua saya mendapat serangan jantung karena kaget dengan anaknya yang mempunyai hutang ratusan juta.


Awal 2009 kondisi perusahaan saya masih sulit, selain bidang reklame dan souvenir promosi, saya makin nekad dengan mulai menekuni bidang desain interior-eksterior karena kebetulan ada seorang sahabat yang berpengalaman di bidang ini. Setelah saya selidiki, meskipun rumit pekerjaan ini setidaknya selalu bisa mendapatkan uang panjar.

1 bulan yang lalu saya nekad menerima pekerjaan pengecatan gedung (baru kali ini saya kerjakan dan pastinya bukan bidang promosi) dengan nilai ratusan juta rupiah, tergiur oleh janji adanya termin uang panjar 50 – 30 - 20 % awalnya saya berpikir ini pasti jalan keluar saya dari krisis ini. Jangankan jadi jalan keluar 1 bulan kemudian ini malah menjadi salah satu jalan masalah baru bagi saya karena pembayarannya macet karena uang dari kontraktor utama juga tidak lancar ke yang memberikan pekerjaan ke saya. Berbeda dengan bisnis pengadaan barang, bisnis proyek mau tidak mau harus menyelesaikan proyek tersebut untuk mendapatkan seluruh pembayaran. Akhirnya lagi-lagi saya terjebak dengan hutang-hutang untuk memodali proyek ini. Dan semakin menggununglah hutang saya, beban gaji bulan lalu pun saya biayai dengan hutang, tabungan sudah lama amblas, perhiasan istri dan semua aset bergerak pun tergadai. Istri saya pun hanya bisa pasrah dan selalu berdoa supaya diberi jalan. (Bersambung)