Sabtu, 30 Mei 2009

Manusia-manusia yang Beruntung

Hari ini saya hampir bangkrut dalam berusaha, meski akhirnya segera bangkit kembali. Rupanya ”hampir bangkrut” inilah yang malah membuat saya makin mengerti tentang bagaimana cara kerja Allah memperbaiki nasib atau peruntungan seorang hambaNya. Selain itu, hari ini juga saya bertemu rekan yang bercerita nyata tentang kisah hidupnya betapa ia ”nyaris tidak mendapatkan jodoh” meskipun akhirnya ia malah mendapatkan jodoh yang terbaik. Darinya saya juga mendapat cerita mengenai kliennya yaitu beberapa pengusaha yang sangat sukses di Balikpapan, hebatnya, tidak hanya sukses dalam bisnisnya mereka juga sukses dalam hidupnya membina keluarga yang sakinah! Sebagai manusia normal saya langsung bertanya dalam hati, bagaimana mereka bisa sesukses itu? Bagaimana cara hidup mereka? Apakah seperti pengusaha sukses biasa? Selain itu teman saya juga bercerita tentang kisah hidup pengusaha yang belum sukses, betapa sulitnya mencari lahan bisnis yang menguntungkan, betapa sulitnya dipercaya oleh Bank, betapa sulitnya bertahan hidup dan betapa hancurnya keluarganya.

Saya bukanlah mereka yang telah sukses seperti beberapa pengusaha sukses yang diceritakan oleh teman saya tetapi saya pastinya tidak ingin menjadi pengusaha belum sukses yang keluarganya hancur. Pastinya saya masuk dalam kriteria orang yang saat ini belum sukses dalam berusaha. Tulisan dalam blog ini setidaknya berguna bagi saya sebagai bahan koreksi diri dan mudah-mudahan bisa dimanfaatkan pembaca lainnya sebagai hikmah yang bisa dipetik. Beberapa hari yang lalu, saya berdiskusi dengan beberapa rekan yang menonton suatu acara di televisi mengenai orang-orang yang sukses. Ada 4 kesimpulan dalam acara itu bahwa kesuksesan ditentukan oleh kemampuan, keturunan, konsistensi, dan keberuntungan.

Dalam diskusi, kami sepakat bahwa kemampuan seiring dengan kemauan. Ada benarnya pendapat para motivator, jika kita mau pasti kita mampu. Sekilas terdengar klise tetapi memang benar bahwa kemauanlah yang memicu kita untuk meningkatkan kemampuan kita. Kemauan ini bisa berasal dari berbagai macam latar belakang, bisa saja keadaan ekonominya, keinginan untuk belajar, ketakutan akan masa depan yang buruk hingga termotivasi melihat orang yang telah sukses. Kemauan bisa dikatakan sebagai motivasi yang sengaja atau tidak disengaja bisa merubah hidup kita. Setuju? Terlepas dari Anda setuju atau tidak, pastinya sudah terlalu banyak contoh untuk membuktikan ini.

Mengenai keturunan, kita sudah sama-sama tahu bahwa siapa yang punya orangtua kaya percuma klo tidak bisa mengikuti jejak suksesnya karena pastinya kan si ortu punya banyak uang untuk modal usahanya? Tetapi banyak juga yang orangtuanya miskin dan sampai sekarang anaknya pun juga masih miskin. Tanpa bermaksud menghina, klo ada orang sukses mencermati ini tentu orang itu akan berkata ”pasti ada yang salah tuh!”. Setelah merenung sejenak, saya bertanya dalam diskusi kecil dengan sahabat-sahabat saya, ”Lho itu belum tentu benar dong, banyak koq yang punya latar belakang miskin tapi pada akhirnya sekarang bisa jadi milyarder? Banyak juga yang bapaknya kaya tapi anaknya jadi kere dan jatuh sejatuh-jatuhnya?” Saya yakin pasti Anda semua setuju dan sering melihat fenomena ini. Akhirnya diskusi mengenai keturunan, kami akhiri dengan kesimpulan bahwa faktor keturunan memang bisa menjadi faktor kesuksesan tapi bisa juga menjadi penentu ketidaksuksesan. Kami sepakat menempatkan faktor ini diurutan paling belakang setelah kemampuan, konsistensi dan keberuntungan.

Faktor kedua konsistensi, sering diistilahkan sebagai teguh, ulet, tekun atau istiqamah. Konsistensi erat hubungan kebalikannya dengan sikap putus asa. Saya teringat dengan seorang sahabat, tidak lulus kuliah, sangat bandel dan bukan mahasiswa yang cerdas. Dia pulang ke kampung halamannya dengan gelar MBA, bukannya membawa ijazah tapi malah membawa istri dan bakal anaknya diperut sang istri atau istilahnya married by accident (MBA). Tanpa dukungan positif dari keluarga, atas inspirasi dari pamannya dia mengawali hidupnya dengan berjualan sayur-mayur yang notabene sama sekali bukan keahliannya. Dia bercerita saat awal hingga beberapa tahun usahanya berjalan betapa ia menjadi aib bagi nama besar keluarganya, banyak yang menghina serta menasehati dirinya bahwa tidak mungkin dia akan sukses dan bisa menghidupi anak istrinya dari berjualan sayur. Lucunya, di dalam hatinya sejujurnya dia memang ragu tidak akan mungkin sukses tapi mau diapain lagi wong saat ini bisanya cuma berjualan sayur? Keluarganya pun tidak ada yang mendukungnya dikarenakan masalah adat dan gengsi. Anehnya, tak terasa 8 tahun berlalu, hingga saat ini dia menjadi salahsatu juragan sayur mayur terbesar dikotanya. Dia sukses! Melalui telepon saya tertawa dan berteriak padanya, bagaimana bisa????

Cerita ini cukup membuktikan bahwa konsistensi memang pada akhirnya membuahkan hasil. Dia tidak punya ”kemampuan” tapi istiqamah (meskipun dia tidak yakin akan sukses) dalam usahanya, dengan kata lain, senang menyiksa dirinya sendiri dengan berlama-lama berusaha di bidang sayur mayur. Klo Anda (apalagi yang udah hi-tech gini) mana mungkin mau disuruh jualan sayur kan? Nah, sekarang bagaimana dengan orang yang punya kemampuan dan juga konsistensi? Silahkan jawab sendiri. Saya yakin Anda pasti bertanya dalam hati, jika memang begitu kenapa koq mbok-mbok bakul sayur disekitar gak kayak dia? Silahkan baca tulisan saya selanjutnya mengenai KEBERUNTUNGAN.